The Breens Brother

The Breens Brother
Breens Brother

Sabtu, 02 Oktober 2010

2. Hari Yang Buruk Untuk Memancing

September 1984

Mikey 12 tahun, Keith 10 tahun, Shane 8 tahun, Stephen-Ronan 7 tahun.






    “Hey, kalian mo ke mana!?” seru Shane melihat kedua kakaknya berlari meninggalkan mereka.

Lari Keith dan Mikey terhenti dan menoleh ke arah Shane juga Ronan dan Stephen.

    “Kita mo ke sungai,” sahut Keith.

    “Ngapain!?” Stephen ingin tahu.

    “Mancing!”

    “Kita boleh ikut nggak!?” pinta Ronan dengan memelas.

    “Jangan. Kalian nggak boleh main di sungai.”

    “Terus kita pulang sama siapa? Masa’ kita pulang sendirian!?” protes Shane.

Mikey dan Keith saling berpandangan.

    “Bener juga, kalau kita ke sungai, mereka pulang sama siapa?” Mikey kebingungan.

    “Tau’.” Keith cuek.

    “Kita ajak aja, deh,” putus Mikey.

    “Jangan! Kalau mama marah, gimana? Mau nanggung?” Keith menolak mentah-mentah.

    “Tapi kalau mereka pulang juga, pasti mereka ngasih tau kita ke mana. Kita tetep aja dimarahin. Mending sekalian aja kita ajak, dengan syarat jangan bilang mama.”

    “Tapi kalau ada apa-apa sama Steo, gimana?” Keith masih takut.

Mikey melihat Stephen dengan penuh pertimbangan. Adiknya yang satu ini memang agak istimewa.

    “Biar aku yang tanggung-jawab. Steo aku yang jaga,” putus Mikey akhirnya.

    “Bener?”

    “Iya.”

Shane, Stephen dan Ronan menunggu kedua kakaknya berunding dari kejauhan.

    “Gimana, kita boleh ikut nggak!?”

    “Oke! Kalian boleh ikut, asal kalian janji, jangan bilang sama mama, kita main di sungai!”

    “Iya, kita janji!” balas Ronan.

Kemudian mereka bertiga menyusul kakaknya dan mereka langsung menuju sungai.



Sesampainya di sungai, terlihat arus sungai sangat deras dan jernih. Tampak dengan jelas, ikan-ikan berenang ria. Mereka berlima mencari tempat yang strategis untuk memancing.

Mikey dan Keith dengan semangat mempersiapkan peralatan untuk memancing dan memulai memancing, sementara Shane, Stephen dan Ronan, memperhatikan kedua kakaknya beraksi.



                Mikey dan Keith cukup mahir memancing. Dalam sekejap, sudah terkumpul beberapa ekor ikan, walau tidak besar-besar.



    “Ah, bosen, ikan segitu-gitu, aja. Kapan yang gedenya?” protes Ronan.

    “Sabar. Mancing itu, butuh kesabaran, apalagi kalo mau dapetin yang besar,” Keith penuh percaya diri.

    “Ah, lama. Pulang yu’,” Stephen mulai kelihatan kesal.

    “Bentar lagi. Tadi yang pengen ikut siapa?” tahan Keith.

Stephen langsung cemberut, dan hanya memperhatikan kakak-kakaknya kembali asyik dengan pancingannya. Ia bangkit dari duduknya.

    “Mau ke mana kamu?”

Stephen tidak menyahut dan dengan tak bersemangat melangkahkan kakinya.

    “Kena’! yang ini gede!” pekik Keith girang.

    “Mana!?” Mikey, Ronan dan Shane langsung beralih pada pancingan Keith.

    “Ini.”

    “Pegang yang kuat, jangan sampai lepas!” seru Mikey penuh semangat.

Mereka berempat sama-sama memegang kail itu dengan kuat.

    “Tarik!” 

Bruk!! Mereka berhasil menarik ikan besar itu ke tanah.

    “Gila, gede banget!” Ronan takjub.

    “Iya.”

    “Makanya, kalau mau dapet yang gede, harus sabar. Sekarang kebukti kan?” Keith dengan bangga.

    “Iya, iya.”

    “Eh, udah dapat banyak, kan? Kita pulang yuk, lagian udah mau hujan nih.”

Mereka melirik ke atas dan memang, langit sudah mulai mendung, udara pun sudah mulai dingin.

    “Yok’.”

Mikey dan Keith membereskan peralatan pancing mereka.

    “Eh, Steo, mana?” Shane terheran.

Mata mereka langsung berkeliling ke sekitarnya. Tapi tak terlihat Stephen.

Teringat Stephen adalah tanggung jawabnya, Mikey langsung beranjak mencarinya. diikuti Shane dan Ronan.

    “La!!”

Keith membawa  peralatan dan mengikuti mereka.

    “Steo!!”

    “Stephen!!”
Tapi tak terdengar sahutan dari Stephen.

    “Astaga, Steo!” pekik Mikey, begitu menemukan Stephen mengambang dengan tubuh tertelungkup di sungai. Dengan berlari, Mikey masuk ke sungai.

    “Steo!” Keith segera menjatuhkan perlatannya begitu saja dan berlari ikut masuk ke sungai. Mikey segera menarik tubuh Stephen ke permukaan dengan dibantu Keith.

    “Stee…?” Mikey menepuk-nepuk pipi Stephen, setelah sampai di tepian sungai, berusaha menyadarkannya.

    “Bangun, Stee.”

Tapi Stephen tidak bereaksi juga.

    “Dia nggak bernafas,” ucap Keith setelah memeriksa detak jantungnya.

Mikey langsung panik, begitu juga Keith. Shane dan Ronan hanya bisa terpaku melihat kepanikan kedua kakaknya. Mereka ikut takut juga.

Keith bersiap menekan dada Stephen, tapi langsung dicegah oleh Mikey.

    “Jangan, dia nggak akan kuat. Kita coba mulut ke mulut.”

Keith mengangguk dan segera melakukan pernafasan mulut ke mulut, kemudian memeriksa denyut jantungnya.

Mikey menungggu dengan sangat cemas.

    “Berhasil, dia bernafas lagi,”

Mikey langsung beranfas lega.

    “Biru,” ucap Ronan lirih, mengagetkan ketiga kakaknya.

Mikey dan Keith segera memperhatikan tubuh Stephen, yang memang terlihat mulai membiru.

    “Cepet bawa pulang,” putus Mikey.

Mikey langsung menggendong Stephen di punggungnya sementara Keith membawa peralatan mereka dan segera pulang. Shane dengan menggandeng Ronan mengikuti dari belakang.





    “Mama!!” pekik Ronan dengan melepas pegangannya dari tangan Shane dan berlari menuju rumah. “Mama! Steo, ma!!!”

Dengan seketika mama muncul diikuti Nanny di belakangnya.

    “Ya Tuhan, Stephen!” seru Evelyn panik, melihat Mikey membopong Stephen di belakang, dan melihat badannya yang basah kuyup sudah membiru.

Evelyn langsung merebut tubuh Stephen dari punggung Mikey dan membawanya masuk.

   

    “Kalian dari mana?” Nanny sudah menggendong Ronan dan menggandeng Shane, membawa masuk.

    “Dari sungai.” celetuk Ronan.

    “Roro!” Keith memperingatkan Ronan.

    “Hah? Kalian main ke sungai?” Nanny terkejut.

Shane, Mikey dan Keith langsung terdiam. Untung mama tidak mendengarnya. Ia sibuk dengan Stephen.



                Stephen langsung dibawa ke rumah sakit. Keadaan Stephen sangat mengkhawatirkan. Paru-parunya terhenti dan kini tidak sadarkan diri. Ibu mereka terang saja panik, dan ayah mereka pun langsung marah, terlebih setelah mendengar seluruh kejadian menimpa Stephen.



Mikey diliputi rasa bersalah yang amat sangat. Dia yang mengajak adik-adiknya bermain ke sungai, dan menjamin untuk menjaga Stephen. Tapi apa yang terjadi? Ia Steoi menjaganya. Sebenarnya ia tahu, paru-paru Stephen sangat lemah. Jangankan terkena air dingin, terkena udara dingin pun dia tidak kuat. Ini justru hampir tenggelam. Sekarang Mikey hanya bisa menangis melihat adiknya yang baru berumur 7 tahun ini, tergolek lemah dan belum sadarkan diri. Ia semakin tersiksa setelah mamanya tidak memandang dirinya selama di rumah sakit. Mama akan membencinya bila sesuatu hal yang buruk terjadi pada Stephen, dan sekarang dia sedang menunggu hukuman dari papanya, atas keSteoiannya ini.





Di rumah.



Mikey, Keith, Shane dan Ronan berdiri berjajar di hadapan ayah mereka, dengan wajah tertunduk.



    “Angkat wajah kalian,” suara garang Peter Breen mengagetkan mereka.

Dengan pelan mereka mengngkat wajah. Ronan sudah berurai air mata karena ketakutan.

Hati Peter luluh dengan isakan si bungsu, tapi tetap berusaha untuk menjaga wibawa di depan keempat putranya.

    “Kalian tahu, kesalahan kalian?”

    “Tahu, pa.”

    “Apa?”

    “Melanggar larangan mama, untuk jangan main di sungai,” jawab mereka berempat kompak.

Peter mengangguk.

    “Dan karena kalian melanggarnya, sesuatu terjadi, ya khan?”

Keempatnya mengangguk dengan ketakutan.

    “Stephen masuk rumah sakit karena terpeleset masuk ke sungai.”

Kali ini mereka hanya terdiam.

    “Itu kesalahan terbesar kalian, kalian tahu itu?”

Mereka mengangguk lagi.

    “Siapa yang ngajak?” seraya memandang mereka satu persatu.

    “Mikey, pa,” Mikey memberanikan diri untuk menjawab. Memang dia yang mengajaknya.    

Peter mengangguk mengerti.

    “Nanny! Bawa Keith, Shane sama Roro masuk kamar!”

Nanny hanya bisa menuruti perintah Peter. Ia segera menggiring ketiganya masuk ke kamar. Ia tahu apa yang akan Peter lakukan.

Peter menunggu sampai Keith, Shane dan Ronan sudah agak jauh, kemudian kembali pada Mikey.

    “Kali ini kesalahanmu fatal sekali. Kamu nggak bisa jaga adikmu.”

Mikey hanya terdiam, mengakui semuanya.

Peter menghela nafas. “Dengan terpaksa Mike…”

    “Lakukan, pa, Mikey siap. Ini memang kesalahan Mikey, dan Mikey siap menerimanya.”

Peter terdiam. Walau tidak tega, dia harus melakukannya.

*

Keith juga tahu apa yang akan dilakukan papa pada Mikey. Ayahnya selalu menghukum mereka  dengan pukulan di pantat bila mereka melakukan kesalahan atau kenakalan yang sudah melewati batas.

Termasuk ini. Terdengar, mereka sedang bernegosiasi jumlah pukulan dengan Mikey.

    “Kamu siap 30?” terdengar suara papa memutuskan jumlah pukulan.

‘30? Banyak amat!’ Keith terkaget mendengar jumlah pukulan yang akan diterima Mikey. Itu tidak adil. Yang mengusulkan untuk mancing kan dia, berarti dia juga ikut bertanggung jawab. Kenapa hanya Mikey yang menerima hukuman? Tidak. Tidak bisa begitu!

Keith segera berbalik dan kembali menghadap ayahnya.

    “Keith!” Nanny mencoba mencegahnya. Tapi Keith tidak menghiraukannya. Setelah Keith lepas, Nanny berusaha mengamankan Shane. Karena pasti dia akan berbuat sama dengan Keith. Dengan cepat ia membawa masuk Shane dan Ronan ke kamar.



    “Keith juga salah, pa,” ucap Keith di depan ayahnya.

    Keet, ngapain kamu ke sini lagi? Masuk sana!” Mikey mencoba menghalangi.

    “Nggak. Ini juga salahku, aku yang ngajak kamu mancing di sungai.”

    “Tapi, kan, aku yang ngajak mereka ikut.”

    “Sama aja. Kita berdua yang ngajak mereka ke sungai.”

    “Nggak, Keet. Kamu jangan macem-macem,” Mikey mulai kesal.

    “Tapi, nggak adil…”

    “Diam kalian semua!” Peter memotongnya.

Keith dan Mikey langsung diam.

    Keet, jadi kamu merasa ini juga salahmu?”

    “Iya, pa.”

    “Baik, kalau begitu, kamu juga akan menerimanya.”

    “Tapi, pa…” protes Mikey.

    “Aww!!!” pekik Mikey tiba-tiba. “Kok, kamu nginjak kakiku!?” Mikey marah, setelah tiba-tiba Keith menginjak kakinya.

Keith hanya memasang matanya dengan tajam.

    “Cukup! Kalian berdua akan mendapatkannya. Masing-masing 20, itu sudah dipotong ¼ dari jatah Mikey, kalian sanggup?”

Mikey dan Keith mengangguk.

Dan hukuman pun dimulai.

*

Shane mendekap erat Ronan, agar adiknya tidak terlalu mendengar pukulan dari sebilah papan yang lumayan tebal dan panjang, yang mengenai tubuh kakaknya. Meski sudah terhalang dinding kamar, tetap saja suara tersebut terdengar juga. Sementara ia melindungi Ronan, ia berusaha untuk menahan perasaannya setiap mendengarnya. Ia tahu bagaimana rasanya, karena ia pernah mendapatkannya, setelah ia menghilangkan sepeda barunya secara tidak sengaja, beberapa bulan yang lalu, dan rasa sakitnya masih terasa sampai sekarang. Ia tahu, ayahnya tidak bermaksud jahat. Ayahnya hanya ingin anak-anak belajar untuk bertanggung jawab. Beberapa hari setelah hukuman itu, ayahnya sudah membelikannya sepeda yang baru untuknya.

Shane, Mikey dan Keith, sudah pasti mendapatkannya, tapi tidak untuk Stephen dan Ronan. Hingga saat ini, mereka berdua belum pernah menerima hukuman untuk kesalahan yang mereka lakukan. Namun Shane yakin mereka tidak akan menerimanya. Si kembar ini begitu istimewa bagi kedua orang tuanya, walau umurnya hanya terpaut setahun dengannya. Shane tidak pernah mengerti kenapa, Stephen dan Ronan mendapat perlakuan yang istimewa.

    “Papa jahat,” desis Ronan di dalam dekapan Shane.

    “Nggak. Papa nggak jahat,” sahut Shane pelan, semakin mempererat dekapannya.



Akhirnya suara itu, berhenti. Hukuman telah selesai dan tak lama kemudian, pintu kamar terbuka. Nanny menggandeng Keith dan Mikey, dan membawanya ke tempat tidur. Mereka berdua bertelungkup di tempat tidur masing-masing.

Shane tidak mengucapkan apa-apa, melihat kakak-kakaknya, diam seribu bahasa. Dia masih mematung, begitu juga Ronan.

    “Shane, bawa Roro tidur,” ucap Nanny.

Shane hanya mengangguk dan segera membawa Ronan ke kamar sebelah dimana dia, Ronan dan Stephen tidur bersama.

*

                Shane menarik selimut dan menyelimuti tubuh Ronan yang sudah tertidur. Berbeda sekali dengan Stephen, Ronan cepat sekali terpulas tidur. Untuk beberapa saat, Shane menemani Ronan, dengan tidur di sampingnya, karena ia tahu Ronan masih takut dengan apa yang baru saja terjadi. Kembarannya di rumah sakit, dan hukuman papa pada Keith dan Mikey.

*

                Nanny mengoles usapan terakhir salep obat penahan sakit di pantat Mikey dengan hati-hati, setelah sebelumnya dilakukannya pada Keith.

    “Gimana sekarang, sudah mendingan?”

Mikey mengangguk.

Nanny tersenyum. “Sekarang tidurlah.”

    “Gimana keadaan Stephen?” tanya Mikey lirih.

    “Belum tahu. Belum ada telepon dari rumah sakit.”

Perasaan Mikey semakin merasa bersalah, membuatnya tanpa sadar mengeluarkan air mata.

    “Semua ini salahku,” isaknya.

Nanny menggeleng seraya mengusap air mata Mikey, “Bukan. Ini kecelakaan, tapi jadikan ini sebagai pelajaran. Jangan takut, Stephen pasti akan baik-baik saja.”

Nanny mengecup kepala Mikey, “Tidur, dan berdolah dalam mimpimu.”

Mikey hanya menangguk lirih.

Nanny keluar dari kamar, setelah mengecup kepala Keith, yang sudah tertidur lebih dulu, dan mematikan lampu kamar.

    Keet, kamu belum tidur?” bisik Mikey di tengah kegelapan.

Keith segera membalikkan kepalanya mengarah pada Mikey. Samar-samar Mikey bisa melihat Keith, di seberang tempat tidurnya.

    “Maaf, kalau kamu jadi ikut kena hukuman.”

    “Apaan, sih? Ini kan salahku juga, jadi aku juga harus dihukum. Ini salah kita berdua, kok, enak aja kalau kamu sendiri yang nanggung,” sahut Keith cuek.

Mikey tersenyum, “Makasih, ya.”

    “Salah kita, Mike,” jawab Keith tegas yang langsung dimengerti maksudnya oleh Mikey.

Mikey hanya mengangguk.

    “Masih panas?” tanya Mikey iseng, seraya matanya melirik pantat Keith.

    “Kamu?”

Mikey mengangguk.

    “Sama.”

Mikey tertawa. “Nggak papa, besok juga udah nggak begitu terasa lagi.”

Keith mengangguk pasti. Kemudian menarik selimutnya dan kembali tidur.

Mikey menghela nafas. Hatinya tidak akan tenang sebelum mendengar keadaan Stephen, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Nanny benar, dia harus berdoa untuk Stephen di dalam mimpinya. Mudah-mudahan Tuhan akan mengabulkannya. Dia mulai memejamkan matanya.

Untuk malam ini, mereka berdua tidak akan bisa tidur terlentang.

*

    “Gimana mereka?” tanya Peter setelah melihat Nanny keluar dari kamar Mikey dan Keith.

    “Sudah tidak apa-apa. Sekarang mereka sudah tidur.”

    “Roro?”

    “Dia ketakutan, tapi Shane bisa menenangkannya.”

Peter menarik nafas.

    “Mikey, terus menyalahkan dirinya. Dia memang tidak peduli dan takut dengan hukumanmu, yang ia takutkan hanyalah Stephen,” ucap Nanny.

    “Aku tahu.”

Peter beranjak dari duduknya. “Aku akan ke rumah sakit.”

Nanny menyahut hanya memperhatiakn kepergian Peter dari belakang.

 


 Peter masuk ke ruangan dan terlihat Stephen tertidur dengan tenangnya, sementara Evelyn terus menemani di sampingnya.

    “Gimana Steo?”

    “Sudah agak lebih baik. Dia tadi bangun, tapi tidur lagi.”

Peter mengecup kening putra keempatnya dengan penuh kasih sayang.

    “Stephen sangat lemah. Dia berbeda dengan yang lainnya, harusnya Mikey tahu itu. Aku nggak percaya dia sampai senekad itu,” Evelyn masih menyesalkan.

    “Mikey tahu itu, dan dia dan Keith sudah mempertanggung-jawabkannya.”

Evelyn tercekat. “Kau menghukum mereka?”

Peter mengangguk, “Mereka tidak memikirkan hukumannya, apalagi Mikey. Yang dia pikirkan hanyalah Stephen. Dia tahu itu salahnya dan sangat menyesal. Dia terus menyalahkan dirinya. Kita tahu, sebagai kakak yang tertua, Mikey berusaha menjaga dan melindungi adik-adiknya dengan sebaik-baiknya. Dia tahu tugas dan kewajibannya. Kejadian ini merupakan pelajaran terpenting, untukknya.”

    “Mikey…” desah Evelyn.

***





Keesokan hari, saat sarapan pagi.



Mikey, Keith, Shane, dan Ronan, duduk di meja makan tanpa berani mengeluarkan sepatah kata pun. Ayah mereka duduk dengan penuh wibawa tidak jauh dari mereka. Mereka sarapan dengan sangat rapih.

    “Cepat habiskan sarapan kalian, Steo sudah menunggu di rumah sakit,” suara ayah mereka terdengar lunak.

    “Steo? Steo sudah sadar, pa?” Shane bersemangat.

Peter mengangguk dengan tersenyum.  “…dan dia ingin segera bertemu kalian.”

    “Asyik!!”

Mikey hanya bisa bernafas lega dan senang, mendengar Stephen sudah sadarkan diri.



Setelah sarapan pagi, mereka langsung ke rumah sakit. Mereka sudah tidak sabar untuk melihat Stephen.



Setibanya di rumah sakit, mereka tersenyum gembira melihat Stephen sudah terlihat baik, walau masih berbaring dan harus memakai oksigen.



    “Hey, Stee,” Shane tak dapat menyembunyikan gembiraannya, begitu juga dengan Mikey, Shane dan Ronan. Ronan langsung naik ke tempat tidur, dan duduk di samping Stephen. Walau sudah dilarang, Ronan tetap tidak mau turun.

Stephen tersenyum senang melihat kedatangan saudara-saudaranya.

    “Lihat, kita bawa apa buat kamu.” Keith membongkar tas ranselnya yang penuh berisi macam-macam khusus untuk Stephen, dengan semangatnya. 

    “Ada coklat kesukaan kamu, ada macem-macem permen, terus tadi Mikey lihat boneka ‘Mickey Mouse’ dan ‘Teddy Bear’ di toko, langsung dia beli buat kamu. Mana bonekanya, Krish?” Keith beralih pada Mikey.

    Ada di dalam situ,” jawabnya tenang.

Keith mencari-cari di dalam tas, “Oh ya, ini dia. Lucu khan?” Keith memberikannya pada Stephen.

Stephen menerimanya dengan senyum kegirangan.

    “Aku mau coklat yang itu,” celetuk Ronan.

    “Nggak boleh, ini cuma buat Stephen,” larang Shane.

    “Nggak mau! Pokoknya, aku mau yang itu,”

    “Roro!” pekik Shane kesal.

    “Kasih satu, Nji, daripada dia nanti nangis, malah bikin seisi rumah sakit ini geger,” sahut Mikey cuek.

Dengan sedikit terpaksa, Shane memberi sepotong coklat pada Ronan, dan Ronan menerima dengan mata berbinar.

Semua mata memperhatikan, apa yang akan dilakukan Ronan dengan coklat itu?. Ronan memotong coklat itu menjadi dua, kemudian diserahkan salah satunya pada Stephen.

    “Nih, satu buat kamu, satu lagi buat aku. Kita kan kembar, jadi harus saling berbagi,” ucap Ronan polos, kemudian memakan bagiannya.

Mikey, Shane, dan Keith hanya geleng-geleng kepala dengan tingkah adik bungsunya ini, sementara ibu mereka, tak dapat menahan untuk tidak tersenyum geli.

*



    “Ma, Mikey mau minta maaf,” ucap Mikey saat mendapatkan kesempatan berduaan dengan mamanya, sementara yang lainnya asyik bermain dengan Stephen.

    “Sudah mama maafkan, sayang.”

    “Mikey janji, nggak akan Steo lagi, dan yang jelas, Mikey nggak akan ngajak mereka main ke sungai lagi.”

    “Mama tahu,” sahutnya disertai senyuman hangat. “Mama tahu, kamu akan menjaga adik-adikmu dengan baik. Mama percaya itu.”

Mikey mengangguk pasti.

    “Sini, saying,” Evelyn menawarkan pelukan, dan segera Mikey menghambur ke pelukan mamanya.

Evelyn memeluk erat putranya, agar meringankan rasa bersalah yang dirasakan Mikey.

    “Gimana pantatmu?”

    “Udah nggak papa, kok, ma. Mikey sudah biasa menerimanya,” Mikey nyengir kuda. 

Evelyn tersenyum geli, kemudian dipeluknya sekali lagi.

    “Mama sayang kamu, Krish.”

    “Mikey juga sayang mama.”





                Tidak sampai seminggu, Stephen sudah diperbolehkan pulang, dan kembali berkumpul bersama saudara-saudaranya, terlebih dengan kembarannya, Ronan, yang sepertinya tidak bisa berpisah dengannya. Dengan kejadian ini, Mikey dan Keith berjanji pada diri mereka masing-masing untuk sedapat mungkin menjaga dan melindungi Stephen, dan walau sedikit agak berlebihan, mereka akan memperlakukan Stephen seperti yang dilakukan kedua orang tua mereka. Mereka sangat menyayangi Stephen, juga Shane dan Ronan.

 





*********


TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar